Kiprah Anak Muda Membangun Desa

Ditulis oleh Haryono Suyono 25. Oktober 2010 - 14:21

Tiga hari lagi, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda 2010. Peringatan Hari Sumpah Pemuda kali ini di berbagai daerah, diisi dengan berbagai kegiatan di lapangan. Salah-satunya adalah Kejuaraan Nasional Khusus Sprint 60 m dan Estafet 4 X 100 m Yunior dan Remaja "Bob Hassan Sprint". Kejuaraan tersebut diikuti oleh sekitar 300 atlet dari seluruh Indonesia.

Kejuaraan nasional atletik ini tampaknya sepele, tetapi sesungguhnya merupakan jembatan untuk menyambung pengembangan budaya bangsa, memupuk rasa percaya diri, kebersamaan dan saling menghargai. Kegiatan tersebut juga merupakan pengembangan disiplin, sebagai modal pembangunan yang sangat penting.

Sebelum bertanding, para atlet harus berlatih dengan tekun dan berkelanjutan, hingga mempunyai daya tahan yang tangguh untuk menghadapi lawan. Dengan sportivitas tinggi, mereka bersaing dan berebut menjadi juara daerah, juara nasional dan akhirnya berupaya dapat mengibarkan Sang Saka Merah Putih dalam arena pertandingan regional dan dunia dengan penuh kebanggaan.

Dengan latihan dan bertanding secara teratur, anak-anak muda harapan bangsa itu akan dipupuk daya tahan dan disiplin mereka secara prima. Sportivitas akan mengantar seseorang untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya, sehingga kemampuannya yang terpendam bisa ditambah dengan berbagai ilmu pengetahuan mutakhir.

Di sekolah, otaknya diasah dengan berbagai tantangan tes dan ujian sekolah, sehingga siap menghadapi tantangan yang jauh lebih berat dalam menghadapi persaingan dunia nyata. Tanpa kemampuan yang diasah dengan rajin dan berdaya tahan memadai, seseorang bisa gagal dalam menghadapi segala tantangan, baik di sekolah maupun di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, kehadiran Menteri Pemuda dan Olahraga dalam acara Final Kejuaraan Nasional Sprint di Stadion Olahraga Senayan, Jakarta, sangat tepat. Hasil-hasil pertandingan final hari itu, seperti lari estafet 4 x 100 m tidak saja harus didukung kemampuan orang per orang, tetapi utamanya memerlukan kerja sama yang sangat erat dari masing-masing tim pelari. Selain harus tabah, mereka juga dituntut tahan uji dalam menghadapi tantangan lawan yang terus menempel prestasi para pelari dengan kecepatan tinggi. Kemampuan memelihara tempo dan momentum pertukaran tongkat estafet antar-pelari sungguh sangat menentukan prestasi kemenangan. Lebih-lebih, peristiwa itu menjadi penentu apakah seorang pelari yang sudah berada di depan, bisa dilanjutkan dengan kecepatan yang sama tinggi oleh pelari rekannya.

Pertandingan lari jarak pendek 60 m yang diikuti regu-regu dari provinsi seluruh Indonesia sungguh sangat mendebarkan hati. Bukankah setiap finalis membawa nama baik provinsi masing-masing? Sebagai pertandingan bergengsi, sekali seorang pelari sukses memenangkan lomba dengan waktu tercepat, yang hanya terpaut beberapa detik di antara pelari-pelari lainnya, sorak sorai penonton sangat sudah pasti akan sangat membesarkan hati.

Ketentuan menang kalah, yang hanya terpaut waktu beberapa detik, sungguh merupakan tantangan mental yang tidak mudah untuk dilupakan. Pelatihan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, bisa lenyap dalam beberapa detik saja jika tidak siap mental. Ketahanan mental untuk menang dan kalah seperti ini, merupakan pelajaran berharga bagi setiap anak muda yang kita harapkan menjadi pemimpin masa depan bangsa.

Kegiatan lainnya, adalah aktivitas mahasiswa kedokteran Universitas Muhammadiyah di Jakarta yang dengan kemauan besar dan kemampuan prima menggelar Lokakarya Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah yang sedang berkembang itu memberi kesempatan kepada panitia yang terdiri dari mahasiswa untuk mengundang mahasiswa dari perguruan tinggi lain dan masyarakat sekitarnya untuk membahas masalah KB. KB kini makin mencuat ke permukaan, gara-gara hasil sensus penduduk mencatat naiknya kembali pertumbuhan penduduk di Indonesia secara signifikan.

Pendampingan fasilitasi dekan dan dosen, membesarkan hati para mahasiswa, anak-anak muda yang menggelar seminar tersebut hingga tampil berani dan percaya diri. Kebiasaan anak-anak muda menggelar pertemuan ilmiah seperti itu pantas diacungi jempol dan didukung untuk diulang dan dikembangkan dengan ramuan yang lebih luas bersama masyarakat sekelilingnya di hari-hari mendatang. Topik-topik yang aktual dan menarik selalu bisa dibahas dengan tenang, ilmiah dan berwawasan kemasyarakatan untuk menghasilkan sumbangan pikiran yang berharga untuk rakyat banyak ke depan.

Di berbagai daerah, di Universitas Gorontalo, misalnya, tidak kurang dari 1.300 mahasiswa kini sedang berjuang gigih bersama masyarakatnya mendirikan pos pemberdayaan keluarga (Posdaya) dan mengisinya dengan masukan-masukan untuk menyelesaikan sasaran dan target-target millennium development goals (MDGs) yang sudah menjadi komitmen bangsa untuk tuntas pada tahun 2015 mendatang.

Di berbagai daerah, Universtias Gajah Mada (UGM), Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa (UST), Universitas Janabadra di Yogyakarta, dan UIN Malik Ibrahim di Malang, kini sedang berlomba dengan waktu untuk menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Posdaya di tingkat pedesaan. Mereka membentuk dan mengisi Posdaya dengan berbagai kegiatan yang makin komprehensif untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan memperkuat fungsi-sungsi keluarga.

Karena telah berulang kali melaksanakan KKN Tematik Posdaya di pedesaan, berbagai perturuan tinggi di Yogyakarta mempunyai peran yang agak berbeda dengan rekan-rekannya di Gorontalo dan Bekasi. Di Gorontalo dan Bekasi, mereka baru pertama kali mengadakan KKN Tematik Posdaya, sehingga tema sentralnya adalah perluasan jangkauan dan pengembangan komitmen pemerintah daerah setempat.

Namun, hasilnya sangat membesarkan hati, antara lain Kabupaten Boalemo telah berhasil melaksanakan "Posdaya Fair". Di sana, semua Posdaya dari berbagai kecamatan dan desa menggelar produk-produk hasil kerja keras rakyat yang dipamerkan dan dijual kepada khalayak ramai selama satu minggu selama masa pameran. Kita pantas berbangga hati, anak-anak muda (mahasiswa) bersemangat membangun desa. ***